Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Eskalasi Kebencian di Ruang Digital: Polda Jabar Tangkap Pemilik Akun Resbob Tersangka Penghinaan Masyarakat Sunda dan Viking

BANDUNG, Mata30News.com – Direktorat Reserse Siber Kepolisian Daerah Jawa Barat (Ditressiber Polda Jabar) berhasil mengungkap kasus tindak pidana ujaran kebencian berbasis Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) yang dilakukan melalui media sosial. Polisi menetapkan seorang pria berinisial MAFPN, yang dikenal dengan identitas digital "Resbob", sebagai tersangka.

Penangkapan ini merupakan respons atas eskalasi ketegangan di ruang digital yang berpotensi memicu konflik horizontal di tengah masyarakat, khususnya masyarakat Sunda dan komunitas pendukung sepak bola Viking.

Kronologi dan Konstruksi Perkara

Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol. Rudi Setiawan, menyatakan bahwa pengungkapan ini merupakan tindak lanjut dari laporan kepolisian tertanggal 11 Desember 2025. Perkara ini bermula dari unggahan video berdurasi 59 detik pada 10 Desember 2025 yang bersumber dari siaran langsung tersangka di platform TikTok.

Dalam rekaman tersebut, tersangka diduga melontarkan narasi diskriminatif dan penghinaan yang eksplisit.

"Tersangka diduga melontarkan kata-kata kasar dan penghinaan yang ditujukan kepada kelompok Viking serta masyarakat Sunda. Tindakan ini memicu kemarahan, rasa tersinggung, serta potensi permusuhan antar-kelompok yang nyata di tengah masyarakat," tegas Irjen Pol. Rudi Setiawan dalam keterangan pers di Bandung, Rabu (17/12/2025).

Pendekatan Multidisiplin dalam Penyidikan

Dalam menuntaskan perkara ini, penyidik Ditressiber Polda Jabar menggunakan pendekatan lintas disiplin untuk memastikan akurasi delik hukum. Sejumlah saksi kunci telah dimintai keterangan, mulai dari perwakilan Aliansi Sunda Ngahiji, pengurus Viking Pusat Club, hingga saksi ahli.

Secara akademis, penggunaan saksi ahli bahasa dan ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi krusial untuk memvalidasi unsur niat (mens rea) dan dampak sosial dari pernyataan tersangka. Hal ini bertujuan agar proses hukum tidak hanya bersifat punitif, tetapi juga berdasarkan analisis ilmiah terhadap teks dan konteks digital.

Dari hasil penggeledahan di Bandung dan Surabaya, polisi menyita sejumlah instrumen digital sebagai barang bukti, di antaranya:

Satu unit laptop ASUS Vivobook 16X.

Satu unit iPhone 12 warna merah.

Perangkat kamera live streaming.

Kendali atas akun media sosial (YouTube, Instagram, dan TikTok) milik tersangka.

Implikasi Hukum dan Literasi Digital

Tersangka MAFPN kini terancam jeratan hukum berlapis berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, khususnya Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) serta Pasal 34 jo Pasal 50. Konsekuensi yuridis yang membayangi tersangka adalah pidana penjara paling lama 6 hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal senilai Rp10 miliar.

Langkah tegas Polda Jabar ini mengirimkan pesan kuat mengenai pentingnya menjaga harmoni sosial di era disrupsi informasi. Polisi mengimbau masyarakat untuk meningkatkan literasi digital agar tidak mudah terprovokasi oleh konten-konten yang mengeksploitasi sentimen SARA.(Moel)***

Posting Komentar

0 Komentar