BANDUNG | MATA 30 NEWS – Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Juara Kota Bandung kembali diterpa badai. Pengunduran diri Direksi Operasional baru-baru ini telah membuka kotak pandora permasalahan yang kian menumpuk, mulai dari dugaan praktik kongkalikong proyek, penarikan booking fee ilegal, hingga masalah legalitas aset yang berpotensi merugikan keuangan daerah. Situasi ini menempatkan Wali Kota Bandung sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM) pada persimpangan krusial untuk segera mengambil tindakan penyelamatan.
Fakta-fakta dan Dugaan Masalah yang Mengerucut
Pengunduran diri Direksi Operasional Perumda Pasar Juara disinyalir tidak hanya sekadar rotasi biasa, melainkan meninggalkan pekerjaan rumah yang serius dan belum tuntas. Beberapa persoalan mendesak yang disorot meliputi:
Kasus Hukum Pasar yang Menggantung: Belum jelasnya penyelesaian kasus hukum terkait pembangunan pasar tertentu, menambah catatan buram dalam tata kelola perusahaan.
Dugaan Praktik Kongkalikong: Terdapat dugaan kuat praktik kongkalikong dalam proyek revitalisasi pasar, termasuk pemberlakuan booking fee kepada pedagang yang diduga memperkaya segelintir pihak, jauh dari prinsip transparansi.
Legalitas Aset dan Revitalisasi Tanpa Lelang: Masalah legalitas aset Perumda yang belum tuntas, ditambah revitalisasi pasar yang dilakukan tanpa lelang terbuka, berpotensi menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Ironisnya, krisis ini disebut-sebut tidak hanya terbatas pada satu atau dua pasar, melainkan mencakup hampir 90% pasar di Kota Bandung, yang merupakan cerminan dari manajemen Perumda dan tata kelola pasar yang lama diabaikan.
Analisis dan Seruan Audit Total
Pengamat Kebijakan Publik dan Politik, R. Wempy Syamkarya, S.H., M.M., menilai pengunduran diri direksi seharusnya menjadi momentum emas bagi Wali Kota untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola BUMD tersebut.
"Wali Kota Bandung selaku KPM tidak boleh berdiam diri. Persoalan ini bukan sekadar rotasi jabatan, melainkan menyangkut kepercayaan publik terhadap pengelolaan aset strategis daerah," ujar Wempy.
Menurutnya, masalah utama Perumda Pasar Juara adalah ketidakefisienan manajemen yang menyebabkan kerugian besar, korupsi akibat tata kelola yang tidak transparan, kerusakan infrastruktur yang tidak terawat, dan kekurangan layanan yang memicu ketidakpuasan pedagang dan masyarakat.
Wempy menekankan perlunya audit untuk tujuan tertentu (ATT) sebelum pemberhentian direksi ditetapkan secara resmi. Penegakan regulasi yang ketat sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan kerugian daerah yang lebih besar.
Jalan Keluar: Reformasi Total dan Keterlibatan Publik
Untuk menyelesaikan masalah yang telah mengakar, Perumda Pasar Juara membutuhkan langkah-langkah reformasi yang fundamental, meliputi:
- Reformasi Manajemen: Peningkatan efisiensi dan efektivitas Perumda.
- Peningkatan Tata Kelola: Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pasar.
- Investasi Infrastruktur: Alokasi investasi untuk meningkatkan kualitas dan keselamatan pasar.
- Peningkatan Layanan: Peningkatan kualitas layanan bagi pedagang dan masyarakat.
R. Wempy Syamkarya merekomendasikan lima langkah konkret yang harus segera diambil oleh Wali Kota Bandung, Bapak Farhan:
- Mengadakan Pertemuan dengan Masyarakat: Mendengarkan langsung aspirasi dan kekhawatiran publik.
- Membentuk Tim Khusus: Pembentukan tim independen untuk menangani masalah dan mencari solusi yang tepat.
- Mengalokasikan Anggaran yang Cukup: Memastikan ketersediaan dana untuk penyelesaian masalah.
- Keterlibatan Stakeholder: Melibatkan semua pihak terkait, termasuk pedagang, masyarakat, dan investor.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Menjamin seluruh proses penyelesaian masalah berlangsung terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan langkah-langkah yang tegas dan transparan, diharapkan krisis di Perumda Pasar Juara Kota Bandung dapat segera teratasi, dan pasar-pasar tradisional dapat kembali berfungsi optimal sebagai pusat ekonomi dan kegiatan masyarakat yang akuntabel.***
0 Komentar