Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

PENATAAN TERAS CIHAMPELAS MENINGKATKAN KEINDAHAN DAN FUNGSI

 OPINI PUBLIK

Pengamat Kebijakan Publik dan Politik
R. Wempy Syamkarya, S.H., M.H.

Pemerintahan Kota Bandungdalam hampir satu tahun terakhir dinilai tengah menghadapi tantangan serius. Masa awal kepemimpinan Wali Kota Muhammad Farhan diwarnai berbagai persoalan perkotaan yang belum tertangani secara optimal. Hal ini menegaskan bahwa mengelola kota sebesar Bandung tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan keseriusan, konsistensi, serta kerja sama lintas sektor agar kebijakan publik dapat dijalankan secara tepat, cepat, transparan, dan akuntabel.

Dalam konteks tersebut, rencana pembongkaran sekaligus penataan Teras Cihampelas harus menjadi perhatian publik sekaligus pelajaran penting bagi warga Kota Bandung. Teras Cihampelas bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan simbol kebijakan pembangunan yang menggunakan dana publik dalam jumlah besar. Fakta ditemukannya berbagai persoalan pada proyek ini mengindikasikan adanya masalah mendasar sejak tahap perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan.

Anggaran yang digelontorkan untuk proyek tersebut bukanlah angka kecil. Puluhan bahkan ratusan miliar rupiah uang rakyat—yang bersumber dari pajak dan retribusi—telah digunakan. Oleh karena itu, wajar jika publik mempertanyakan siapa yang harus bertanggung jawab atas potensi pemborosan atau kemubaziran keuangan daerah ini.

Sebelum langkah pembongkaran dilakukan, audit menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sebuah keniscayaan. Audit harus mencakup proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan, serta penganggaran, untuk memastikan kesesuaiannya dengan regulasi dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Publik juga berhak mengetahui siapa saja aktor intelektual yang berperan dalam pengambilan keputusan proyek tersebut.

Ke depan, tidak boleh lagi ada praktik perencanaan dan penganggaran APBD yang dilakukan secara asal-asalan atau berdasarkan selera politik semata, baik oleh eksekutif maupun legislatif. Rakyat bersusah payah mencari nafkah untuk membayar pajak, namun sering kali menyaksikan uang tersebut digunakan secara serampangan. Padahal, setiap rupiah uang rakyat adalah hak konstitusional masyarakat untuk menuntut pertanggungjawaban dari para pengelola anggaran.

Pengalaman ini juga memperlihatkan bahwa kepercayaan penuh kepada wakil rakyat di lembaga legislatif tidak cukup tanpa pengawasan publik yang kuat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan tanggung jawab bersama antara kepala daerah dan DPRD. Karena APBD adalah “jantung” pemerintahan daerah, maka rakyat perlu terlibat langsung dalam pengawasan dan supervisi, terutama di tengah masih mewabahnya praktik korupsi di negeri ini.

Para penyelenggara pemerintahan sejatinya adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang bebas bertindak tanpa kontrol. Mandat yang diberikan rakyat bukanlah cek kosong, melainkan amanah yang dapat dicabut kembali. Kedaulatan sejati berada di tangan rakyat, sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut oleh negara ini, bukan kedaulatan penguasa apalagi model kerajaan.

Dalam konteks Teras Cihampelas, aparat penegak hukum (APH) juga didesak untuk segera melakukan penyelidikan. Secara kasat mata, terdapat potensi kerugian atau pemborosan keuangan daerah yang tidak boleh diabaikan. Pembongkaran bangunan yang dibiayai APBD tidak bisa dilakukan begitu saja, terlebih jika ditemukan pelanggaran regulasi atau bangunan tersebut belum memberikan manfaat ekonomi hingga batas waktu yang direncanakan.

Persoalan utama bukan semata karena adanya arahan pembongkaran atas dasar estetika, melainkan pertanyaan mendasar: mengapa proyek tersebut bisa lolos perencanaan dan disetujui anggarannya oleh DPRD, padahal setelah berdiri justru memunculkan banyak temuan ketidaksesuaian regulasi?

Ke depan, pembongkaran Teras Cihampelas seharusnya dijadikan momentum untuk melakukan revitalisasi yang lebih terarah. Beberapa gagasan dapat dipertimbangkan, antara lain revitalisasi dengan mempertahankan ciri khas arsitektur dan nilai sejarahnya, pengembangan Teras Cihampelas sebagai ruang publik yang nyaman dengan fasilitas tempat duduk, taman, dan area kuliner, serta pelibatan aktif masyarakat dalam seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan.

Sebagai Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan memiliki ruang kebijakan untuk memperbaiki keadaan. Pembentukan tim kerja lintas unsur pemerintah, masyarakat, dan ahli, penyelenggaraan diskusi publik, identifikasi kebutuhan dan potensi kawasan, hingga penyusunan rencana aksi yang jelas dan terstruktur merupakan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan.

Berbagai studi menunjukkan bahwa revitalisasi ruang publik mampu meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, mulai dari peningkatan kunjungan wisata hingga penciptaan lapangan kerja baru. Dengan demikian, revitalisasi Teras Cihampelas seharusnya tidak dipandang sebagai beban, melainkan sebagai peluang strategis untuk memperbaiki kualitas ruang publik dan kesejahteraan masyarakat Kota Bandung.

Semoga pandangan ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pemangku kebijakan di daerah, agar pembangunan ke depan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan dikelola dengan prinsip akuntabilitas yang tinggi.***


Posting Komentar

0 Komentar