Bandung|maa30news.com-Polda Jawa Barat telah mengungkap kasus korupsi penyalahgunaan dana bantuan pemerintah untuk program Kelompok Wirausaha Baru (KWU) di Karawang. Berikut adalah detail kasusnya:
Kasus Korupsi :
Dana bantuan pemerintah sebesar Rp1,997 miliar dari Kementerian Ketenagakerjaan RI melalui Dirjen Binapenta dan PKK untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Karawang disalahgunakan.
7 pengurus organisasi GKTMTB ditetapkan sebagai tersangka, yaitu N, AAA, MY, A, B, E, dan MD.
Peran Tersangka :
- Mengajukan dokumen fiktif untuk mendapatkan dana bantuan pemerintah.
- Menarik dan mengumpulkan dana dari kelompok.
- Memalsukan laporan pertanggungjawaban.
- Menyimpan dan menggunakan dana untuk kepentingan pribadi.
Kerugian Negara :
Berdasarkan hasil audit BPKP, kerugian negara mencapai Rp1,997 miliar.
Barang Bukti :
- Dokumen pengajuan kelompok KWU.
- Laporan pertanggungjawaban.
- Rekening koran.
- Buku tabungan.
- Laptop.
- Traktor bajak.
- Uang tunai Rp300 juta.
- Kwitansi dan nota pembelian.
Sanksi Hukum:
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda hingga Rp1 miliar.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol Wirdhanto Hadicaksono, menjelaskan kasus tersebut di Mapolda Jabar, Kamis (11/9/2025).
Menurutnya, perkara ini berawal dari laporan polisi pada 1 Agustus 2023. Setelah proses penyelidikan panjang, penyidik akhirnya menetapkan tujuh tersangka yang seluruhnya merupakan pengurus Gabungan Kelompok Tani Mekar Tani Bumi (GKTMTB).
“Para tersangka membuat dokumen usulan fiktif untuk mendapatkan dana bantuan pemerintah. Mereka memalsukan data, mengelabui masyarakat petani, serta menguasai uang bantuan hampir Rp 2 miliar,” ungkap Hendra.
Dalam praktiknya, tersangka berinisial N selaku Sekjen GKTMTB, menjadi koordinator pengajuan dana ke Kementerian Ketenagakerjaan RI. Ia memerintahkan pengurus lain untuk memalsukan data kelompok penerima, lalu mengumpulkan uang hasil pencairan dari 50 kelompok fiktif. Dana yang seharusnya diterima masyarakat malah dialihkan kepada pengurus GKTMTB, bahkan sebagian diserahkan kepada pihak ketiga.
Hasil korupsi tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, mulai dari menyimpan tunai hingga membeli peralatan pertanian seperti traktor. Selain N, enam tersangka lain berinisial A.A.A, M.Y, A, B, E, dan M.D juga berperan aktif, mulai dari menarik dana kelompok, membuat laporan pertanggungjawaban palsu, hingga mengurus surat keterangan fiktif dari desa terkait pembentukan kelompok baru.
Dalam proses penyidikan, polisi memeriksa 131 saksi serta menghadirkan tiga ahli, yakni ahli audit keuangan BPKP, ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, dan ahli dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Sejumlah barang bukti turut disita, antara lain dokumen pengajuan kelompok KWU, rekening koran dan buku tabungan, laptop, traktor bajak, uang tunai Rp300 juta, serta kwitansi dan bon pembelian.
Hendra menegaskan, tindakan para tersangka melanggar Permenaker Nomor 5 Tahun 2020 tentang penyaluran bantuan pemerintah, serta SK Dirjen Binapenta dan PKK Tahun 2020 mengenai penciptaan wirausaha baru untuk masyarakat terdampak Covid-19.
“Bantuan wirausaha ini seharusnya digunakan untuk membuka peluang kerja dan membantu masyarakat bangkit dari pandemi. Namun, justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Atas perbuatannya, ketujuh tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun hingga 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.(Moel)***


