MENDAGRI: POLEMIK DANA MENGENDAP PEMDA AKIBAT PERBEDAAN WAKTU DAN KESALAHAN INPUT BANK


JAKARTA |MATA 3O NEWS – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui adanya perbedaan data mengenai dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap di bank, yang memicu polemik antara pemerintah pusat dan daerah.

 Menurut Tito, perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor utama yaitu perbedaan waktu pencatatan dan kesalahan input data oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD).

1. Dinamika Waktu Pencatatan:

Tito menjelaskan bahwa dana simpanan Pemda bersifat sangat dinamis. Contohnya di Jawa Barat, data Bank Indonesia (BI) sempat mencatat Rp 4,1 triliun mengendap, padahal setelah ditelusuri, dana Pemda Jabar hanya Rp 3,8 triliun (sisanya Rp 300 miliar milik BLUD). Saat ini, saldo sisa Jabar adalah Rp 2,7 triliun. Perbedaan waktu satu bulan saja dapat menyebabkan selisih signifikan, mengingat banyaknya Pemda (512 entitas) dan pergerakan dana yang cepat.

2. Kesalahan Input BPD:

Mendagri juga menemukan kasus kesalahan input fatal. Di Kalimantan Selatan, BPD salah memasukkan simpanan Provinsi sebesar Rp 5,1 triliun sebagai simpanan milik Kota Banjarbaru.

Kesalahan pencatatan kode rekening juga terjadi. Dana Pemda Barito Utara sebesar Rp 2,6 triliun (daerah kaya batu bara) salah dimasukkan ke kode rekening Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara, membuat saldo Talaud terbaca fantastis. Bupati Talaud sendiri menyangkal memiliki dana sebesar itu, bahkan berharap kesalahan tersebut benar-benar terjadi.

Tito menyimpulkan, selisih data yang terjadi antara kementerian dan BI, misalnya sebesar Rp 18 triliun dalam sebulan, sangat mungkin terjadi karena dinamika waktu dan masalah teknis input oleh BPD.

TINDAK LANJUT PEMERINTAH: PERBAIKAN DATA DAN DORONGAN BELANJA DAERAH

Polemik perbedaan data dana Pemda yang mengendap, yang diakui Mendagri Tito Karnavian akibat dinamika waktu dan kesalahan input BPD, ditindaklanjuti pemerintah dengan fokus pada perbaikan akurasi data dan percepatan realisasi belanja daerah.

1. Konfirmasi dan Tindak Lanjut Data BPD

Identifikasi Masalah: Menteri Dalam Negeri telah secara langsung mengonfirmasi dan mengungkap kasus spesifik kesalahan input oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD), termasuk BPD Kalsel dan BPD Kalteng, yang menyebabkan data simpanan beberapa daerah menjadi tidak akurat (misalnya kasus Talaud/Barito Utara dan Banjarbaru/Provinsi Kalsel).

Akurasi Data BI: Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa data simpanan Pemda yang mereka catat bersumber dari laporan bulanan yang disampaikan seluruh kantor bank dan telah melalui proses verifikasi. Ini menyoroti bahwa sumber kesalahan terletak pada laporan awal dari pihak BPD.

2. Dorongan Percepatan Belanja

Meskipun masalah perbedaan data mulai terurai, Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Keuangan (diwakili Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa), tetap menekankan bahwa tingginya angka dana mengendap (yang diklaim mencapai triliunan Rupiah) adalah cerminan dari rendahnya kecepatan eksekusi atau serapan anggaran di daerah.

Tujuan Utama: Pemerintah terus mendorong Pemda untuk mempercepat realisasi belanja daerah yang efektif dan strategis guna memperkuat stabilitas ekonomi di daerah.

Imbauan Pengelolaan Kas: Pejabat terkait berulang kali mengimbau kepala daerah agar mengelola kas daerah dengan bijak, menyimpan dana secukupnya untuk kebutuhan rutin, dan tidak membiarkan uang "tidur" di bank agar dapat berputar dan membantu ekonomi lokal.

3. Upaya Perbaikan Sistem Pelaporan

Meski detail regulasi terbaru secara eksplisit tentang sanksi atau perbaikan sistem input BPD belum dirilis, upaya perbaikan ke depan diperkirakan akan melibatkan:

  • Harmonisasi Data: Peningkatan koordinasi dan harmonisasi antara cKemendagri, BI, dan BPD untuk meminimalkan perbedaan data akibat waktu dan kode rekening.
  • Penguatan Pengawasan BPD: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki agenda untuk memperkuat pola pengawasan BPD, termasuk optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas hasil pengawasan dan mencegah kesalahan input.

DETAIL KASUS: KESALAHAN INPUT DATA BPD PENYEBAB 'SALDO AJAIB' PEMDA

Mendagri Tito Karnavian secara spesifik menyoroti dua kasus kesalahan input data oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang menyebabkan perbedaan signifikan antara data Bank Indonesia (BI) dan realitas fiskal di daerah.

1. Kasus Banjarbaru dan BPD Kalimantan Selatan (Kalsel) :

Nilai yang Salah Catat

Rp 5,1 Triliun (tepatnya sekitar Rp 5,16 Triliun).

Pihak yang Terkena Dampak (Tercatat)

Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru.

Realitas Dana

Dana tersebut bukan milik Pemko Banjarbaru. APBD Pemko Banjarbaru jauh di bawah angka tersebut (kapasitas fiskalnya hanya sekitar Rp 1,6 triliun, dan sisa kas riilnya jauh lebih kecil).

Sumber Kesalahan

Kesalahan Administratif oleh BPD Kalsel.

Klarifikasi

BPD Kalsel salah menginput kode golongan nasabah dalam laporan bulanan (Antasena LBUT-KI) yang disampaikan ke BI.

Dana Sebenarnya Milik

Dana sebesar Rp 5,1 Triliun tersebut seharusnya tercatat sebagai simpanan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel).

Tindak Lanjut Bank

Bank Kalsel mengakui kesalahan tersebut bersifat teknis/administratif, telah melakukan koreksi internal, dan memastikan dana pemerintah daerah tetap aman.

2. Kasus Talaud dan BPD Kalimantan Tengah (Kalteng)

Nilai yang Salah Catat Rp 2,6 Triliun.

Pihak yang Terkena Dampak (Tercatat) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

Realitas Dana Dana tersebut bukan milik Pemkab Talaud. Kapasitas APBD Talaud hanya sekitar Rp 800 miliar per tahun, dan sisa kas riil mereka hanya Rp 62 miliar.

Sumber Kesalahan Kesalahan Pencatatan Kode Rekening oleh BPD Kalteng.

Klarifikasi Kode rekening Pemkab Talaud dan Kabupaten Barito Utara (Kalteng) tertukar saat BPD Kalteng melaporkan data ke BI.

Dana Sebenarnya Milik Dana sebesar Rp 2,6 Triliun tersebut adalah milik Kabupaten Barito Utara (daerah yang dikenal kaya akan batu bara).

Respon Bupati Talaud Bupati Talaud, meskipun tahu data itu salah, justru menanggapi dengan humor, berharap uang sebesar itu benar-benar menjadi milik daerahnya.

Kedua kasus ini menjadi bukti nyata bahwa perbedaan data simpanan Pemda yang mengendap bukan hanya disebabkan oleh perbedaan waktu pencatatan (dinamika belanja), tetapi juga oleh masalah akurasi input teknis dari bank pelapor.***


Editor : Rio Cakraningrat

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama