Antara Penegakan Hukum dan Manuver Politik di Balik Kasus Wakil Wali Kota Bandung


Hukum Tajam Ke Atas atau Tumbal Kebijakan? Integritas Kekuasaan Kota Bandung Diuji

Bandung| MATA 30 NEWS - Penyelidikan intensif Kejaksaan Negeri Kota Bandung terhadap Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, adalah sorotan tajam terbaru dalam drama pemberantasan korupsi di Tanah Pasundan. Kasus ini bukan sekadar pemeriksaan rutin, melainkan pembukaan kembali lembar lama kasus dugaan korupsi lahan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang selama ini diselimuti kabut tebal.

Penyelidikan yang dikonfirmasi resmi oleh Kejaksaan Agung (walaupun ditegaskan bukan OTT) ini menunjukkan seriusnya penegak hukum menelusuri dugaan pengkondisian penyedia, jual-beli lahan, hingga permainan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Bandung tahun 2025.

Simpul Lama dan Keterkaitan Baru

Kasus Erwin diduga memiliki "benang merah" dengan perkara korupsi lahan Bandung Zoo yang sebelumnya telah menjerat dua petinggi Yayasan Margasatwa Tamansari, Raden Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, dengan vonis 7 tahun penjara. Kejaksaan kini menarik simpul lama tersebut ke lingkaran baru, di mana peran Erwin sebagai pejabat publik—yang memiliki kewenangan administratif dan kebijakan—sedang dipertanyakan.

Inilah pola yang sering terjadi: kasus korupsi besar jarang berdiri sendiri. Ia adalah rantai panjang yang melibatkan banyak aktor di berbagai tingkat. Penyelidikan saat ini menjadi momentum krusial untuk membuktikan, apakah skema korupsi lahan Bandung Zoo benar-benar terhenti pada vonis sebelumnya, atau justru merembet hingga ke level kebijakan tertinggi di Balai Kota.

Batas Tipis Hukum dan Politik

Namun, di balik proses hukum, terselip intrik politik yang tak terhindarkan. Sumber internal dan pengamat kebijakan publik menyoroti dugaan permainan aset Dinas Perhubungan (Dishub) dan konflik internal di antara pucuk pimpinan Kota Bandung.

Wakil Wali Kota Erwin, yang dikenal vokal dan dianggap terlalu aktif dalam kebijakan teknis lapangan, dinilai oleh pengamat Wempy Syamkarya, sebagai sosok yang "terlalu ke depan" dan kurang halus dalam komunikasi politiknya. Ketidaksinkronan hubungan dengan Wali Kota Muhammad Farhan ini, menurut analisis, menciptakan celah strategis. Celah tersebut rawan dimanfaatkan sebagai "lumbung peluang" bagi lawan politik untuk menjatuhkan Erwin melalui isu hukum—sebuah "Bom Waktu Politik" yang siap meledak.

Kasus ini lantas memperlihatkan realitas pahit di tingkat lokal: batas tipis antara penegakan hukum murni dan manuver politik praktis.

Integritas Kekuasaan di Ujung Tanduk

Pertanyaan besar kini mengarah pada Kejaksaan Negeri Kota Bandung. Ketika hukum menjadi arena tarik-menarik kepentingan, maka hasil akhir penyelidikan ini akan menentukan integritas kekuasaan di Kota Bandung.

Publik menanti jawaban: Apakah Erwin benar terlibat dalam praktik korupsi dan pengkondisian aset, ataukah ia hanya menjadi "tumbal kebijakan" dari permainan politik internal Balai Kota?

Kasus ini adalah ujian sesungguhnya. Apakah hukum kali ini benar-benar akan menunjukkan ketajamannya ke atas, menyentuh siapapun yang terindikasi terlibat dalam pusaran korupsi, atau justru hanya akan mengulang pola lama yang seolah "tajam ke bawah, tumpul ke atas"?

Kejaksaan harus memastikan bahwa penyelidikan ini berjalan transparan, profesional, dan bebas dari intervensi politik, demi menjawab keraguan publik serta membuktikan bahwa pemberantasan korupsi di Kota Bandung tidak lagi pandang bulu.***


Catatan : Wempi Syamkarya

Editor : Kang Moel JPJ

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama