Jaksa Iwan Ginting Dicopot dan Dibebastugaskan Terkait Dugaan Terima Uang Barang Bukti, Sorotan Publik Tertuju pada Sanksi Administratif
JAKARTA|MATA 30 NEWS – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia telah menjatuhkan sanksi administratif kepada Jaksa Iwan Ginting (IG) yang saat ini menjabat sebagai Kasubdit Pengamanan Pembangunan Infrastruktur Kawasan dan Sektor Strategis Lainnya pada Direktorat Pengamanan Pembangunan Strategis Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejagung.
Sanksi ini diberikan setelah nama Iwan Ginting terseret dalam kasus penilapan barang bukti di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) yang diduga merugikan negara.
Pencopotan Jabatan dan Sanksi Disiplin
Keputusan sanksi yang dijatuhkan oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) ini dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung.
“Benar, sudah dicopot dari jabatan dan [dari status] jaksanya,” ujar Anang Supriatna, Kapuspenkum Kejagung.
Sanksi tersebut meliputi pencopotan Iwan Ginting dari jabatannya dan pembebastugasan statusnya sebagai jaksa selama satu tahun. Setelah masa nonaktif berakhir, Iwan Ginting akan ditempatkan pada bagian tata usaha. Sanksi ini dijatuhkan terkait dugaan pelanggaran etik dan disiplin.
Dugaan Keterlibatan dalam Kasus Penilapan Barang Bukti
Iwan Ginting yang merupakan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) terseret dalam kasus ini atas dugaan menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang tersebut diduga berasal dari hasil penilapan barang bukti oleh mantan bawahannya di Kejari Jakbar, Jaksa Azam Akhmad Akhsya.
Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, penyerahan uang senilai Rp500 juta kepada Iwan Ginting dilakukan di kawasan Cilandak Town Square pada tanggal 25 Desember 2023, dan disaksikan oleh mantan Kasi Pidum Kejari Jakbar, Sunarto.
Sorotan Publik: Harta Kekayaan dan Keadilan Sanksi
Keputusan Kejagung yang hanya menjatuhkan sanksi administratif berupa mutasi dan nonaktif terhadap dugaan penerimaan uang sebesar Rp500 juta ini menuai sorotan dan kritik tajam dari publik dan pengamat hukum. Banyak pihak menilai sanksi tersebut terlalu ringan dan mencerminkan ketidakadilan dalam penegakan hukum internal institusi Kejaksaan.
Sementara itu, harta kekayaan Iwan Ginting juga menjadi perhatian publik. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan kepada KPK per 1 Maret 2024, total kekayaannya tercatat mencapai Rp11,7 miliar. Mayoritas asetnya didominasi oleh tanah dan bangunan senilai Rp11,9 miliar.
Aset Lain:
- Alat Transportasi: Mobil Cherokee Jeep tahun 1996 senilai Rp100 juta.
- Harta Bergerak Lainnya: Rp727,93 juta.
- Kas dan Setara Kas: Rp1,25 miliar.
- Perbandingan Kasus dan Desakan Akuntabilitas
Kasus yang menimpa Iwan Ginting ini disandingkan dengan perlakuan berbeda yang terjadi dalam kasus lain di lingkungan Kejaksaan, yang menimbulkan pertanyaan tentang standar penegakan disiplin.
Seorang Pengamat Hukum menyoroti kasus di Kejaksaan Jawa Barat (Kejati Jabar) di mana seorang ASN Kejaksaan (sdr. DK) dikenakan sanksi Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) tanpa alasan yang jelas dan tanpa proses pembelaan.
Menurut informasi hal ini terjadi hanya karena diduga adanya tekanan terhadap seorang ASN Pemkot Bandung (sdr. KK) agar mengaku telah diperas oleh sdr. DK. oleh Oknum Kejagung.
DK saat ini dikabarkan telah mengkonsultasikan permasalahannya kepada Komisi Kejaksaan.
Komjak RI memberikan perhatian terhadap setiap laporan pengaduan masyarakat dengan tetap memperhatikan Ketentuan Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan RI, bahwa “Pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, tidak boleh mengganggu kelancaran tugas kedinasan Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan atau mempengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan”.
Perbedaan sanksi antara dugaan penerimaan gratifikasi ratusan juta (hanya sanksi administratif) dan sanksi PDH terhadap DK dengan kasus yang kurang jelas dasar kesalahannya.
Semakin menguatkan desakan publik agar Kejaksaan Agung melakukan peninjauan ulang terhadap proses disiplin internal dan menjamin akuntabilitas serta keadilan bagi seluruh aparaturnya.
Publik menanti langkah tegas Kejagung untuk mengusut tuntas dugaan penerimaan uang oleh pejabatnya, termasuk kemungkinan proses hukum pidana.(Red)