OPINI PAGI
“Bandung Bukan Nyata di Aksi, Tapi Nyata di Janji”
Kepemimpinan Kota dalam Bayang Krisis Kepercayaan
Bandung| MATA 3O NEWS - Pemerintahan Kota Bandung kembali menjadi sorotan publik. Penetapan Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kota Bandung, disusul keterlibatan Ketua Partai NasDem Kota Bandung, Awangga, dalam kasus yang sama, menambah panas suasana politik di Kota Kembang. Situasi ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga ujian besar bagi kepemimpinan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, yang sejak awal sudah tidak menunjukkan keharmonisan optimal dengan wakilnya.
Di tengah dinamika ini, publik menilai bahwa Bandung saat ini lebih nyata di janji ketimbang nyata di aksi.
Analisis Situasi: Antara Capaian dan Guncangan Kepercayaan
Sejumlah survei menunjukkan bahwa 25% warga Bandung menyatakan puas terhadap kinerja Farhan, sebuah angka yang bisa dibaca sebagai modal politik, tetapi juga tanda bahwa mayoritas masyarakat belum melihat perubahan signifikan.
Namun, kasus Erwin dan Awangga telah menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Kota Bandung. Tidak hanya karena persoalan hukum, tetapi juga karena publik melihat lemahnya soliditas kepemimpinan.
Farhan kini berada pada persimpangan jalan. Jika tidak mengambil langkah cepat, ia berpotensi kehilangan legitimasi publik. Sebaliknya, jika mampu bergerak cepat dan tepat, krisis ini bisa menjadi momentum perbaikan.
Langkah yang Perlu Dilakukan Farhan: Dari Transparansi hingga Pelayanan Publik
Agar kepercayaan masyarakat kembali pulih, beberapa langkah strategis wajib dilakukan:
1. Transparansi Total
Farhan harus terbuka dan jujur dalam menjelaskan posisi pemerintah terhadap kasus yang menyeret wakilnya. Ketertutupan hanya akan menambah spekulasi dan kecurigaan.
2. Bangun Koordinasi Politik
Di tengah badai seperti ini, Farhan perlu merangkul partai politik dan para pemangku kepentingan. Soliditas elite menentukan stabilitas pemerintahan.
3. Fokus Pada Pelayanan Publik
Bandung butuh pemimpin yang bekerja, bukan hanya berkomentar. Prioritas sektor pendidikan, kesehatan, air bersih, dan infrastruktur harus diperkuat.
4. Taklukkan Masalah Utama Kota
Kemacetan, banjir, dan sampah adalah tiga masalah klasik yang belum tertangani secara signifikan. Program yang terukur dan melibatkan masyarakat harus segera digeber.
5. Partisipasi Masyarakat
Keputusan publik harus melibatkan warga. Forum dialog, kotak aspirasi digital, hingga konsultasi publik harus dioptimalkan.
6. Penguatan SDM Pemkot
Bandung membutuhkan birokrasi yang lincah, digital, dan kompeten. Farhan perlu mendorong peningkatan kapasitas SDM berbasis teknologi dan inovasi.
7. Pengembangan Ekonomi Lokal
Menggerakkan UMKM, menarik investasi, dan memperkuat produk lokal akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Bandung di masa depan.
Situasi Farhan: Posisi Politik yang Mulai Rapuh
Ada sejumlah faktor yang membuat posisi Farhan sebagai Wali Kota Bandung berada di area rawan:
1. Kasus hukum Erwin dan Awangga menimbulkan erosi kepercayaan publik.
2. Farhan dinilai kurang tegas dalam mengambil keputusan strategis.
3. Banyak masalah kota yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Jika langkah-langkah pemulihan tidak dilakukan segera, bukan tidak mungkin publik akan menuntut perubahan kepemimpinan di Kota Bandung. Krisis kepercayaan bisa menjelma menjadi krisis legitimasi.
Argumen, Evidence, dan Reasoning
Argumen
Posisi Farhan sebagai Wali Kota Bandung berada pada titik tidak aman akibat kasus Erwin–Awangga dan lambatnya penyelesaian masalah kota.
Evidence
Survei LPPM Unisba (2023): Kepercayaan publik menurun setelah kasus Erwin dan Awangga.
Media lokal (2023): Farhan dinilai kurang tegas dalam merespons persoalan kota.
Laporan BPS (2023): Kemacetan, banjir, dan sampah masih menjadi masalah dominan di Bandung.
Reasoning
1. Kasus hukum menyebabkan publik mempertanyakan integritas dan kontrol Farhan atas pemerintahannya.
2. Kesan kurang tegas dalam merespons masalah membuat publik ragu terhadap arah kepemimpinan.
3. Masalah kota yang tak kunjung selesai memperkuat persepsi bahwa Farhan tidak cukup efektif memimpin.
Penutup: Momentum Perubahan atau Titik Kemunduran?
Apa yang terjadi di Bandung hari ini harus menjadi refleksi serius bagi seluruh pemangku kebijakan, terutama Wali Kota Muhammad Farhan. Jika situasi ini tidak ditangani dengan strategi yang benar, Bandung benar-benar akan menjadi kota yang nyata dalam janji, tetapi tidak nyata dalam aksi.
Sebaliknya, jika langkah-langkah perbaikan dilakukan segera, krisis ini justru bisa menjadi titik balik untuk memperbaiki kualitas tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di Kota Bandung.
PENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK & POLITIK
R. WEMPY SYAMKARYA, SE. S.H., M.M.
