OPINI REDAKSI PAGI :
Fokus "Stunning Bandung" Terlalu Usang, Saatnya Inovasi Pariwisata Berbasis Solusi Kota.
Oleh: Mulyana Rachman Pimpinan Redaksi Mata30news.com
Bandung –Opini Redaksi 9 November 2025
Pernyataan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, yang bersikukuh mempertahankan branding “Stunning Bandung” yang ditetapkan sejak 2016, menimbulkan kekhawatiran serius. Meskipun pengakuan bahwa pariwisata adalah motor industrialisasi ekonomi kreatif patut diapresiasi, strategi pariwisata Kota Kembang saat ini tampaknya terjebak dalam konsep lama dan kurang responsif terhadap tantangan perkotaan kontemporer.
Mengapa Konsep Lama Tidak Cukup?
Branding “Stunning Bandung” sudah berusia hampir satu dekade. Di tengah pesatnya perubahan preferensi wisatawan dan menjamurnya destinasi wisata baru yang lebih segar, ketergantungan pada SK Menteri Pariwisata tahun 2016 menunjukkan kurangnya inovasi proaktif dari Pemkot Bandung.
Baca dulu : Farhan: Kota Bandung Harus Tetap Jadi Destinasi Wisata Utama Indonesia
Tiga Poin Kritis terhadap Kebijakan Saat Ini:
- Stagnasi Identitas: Alasan bahwa Pemkot belum meluncurkan branding baru karena ingin "memastikan konsep lama benar-benar diinternalisasi dan dimanfaatkan secara maksimal" dapat diartikan sebagai stagnasi identitas. Kota kreatif harusnya menjadi pioneer dalam memperbarui branding yang sejalan dengan tren global dan perkembangan lokal terkini, bukan terus mengacu pada konsep yang sudah lama.
- Mengabaikan Isu Infrastruktur: Farhan menyatakan, "Kita hidup dari pariwisata." Namun, ironisnya, kualitas pariwisata Bandung sering terhambat oleh masalah fundamental kota seperti kemacetan, banjir di musim hujan, dan isu penanganan sampah. Strategi pariwisata yang stunning tidak akan berkelanjutan jika infrastruktur dasarnya not stunning (tidak memukau). Pariwisata seharusnya dibangun di atas kota yang layak huni terlebih dahulu.
- Kesenjangan antara Kreatif dan Solusi: Industri kreatif memang andalan, tetapi pengembangan pariwisata yang sehat harus terintegrasi dengan solusi masalah kota. Saat ini, pariwisata Bandung cenderung berfokus pada agregasi pelaku usaha (hotel, kafe, restoran) tanpa membahas bagaimana sektor-sektor ini dapat berkontribusi pada solusi kemacetan, tata ruang, atau bahkan green tourism.
Membangun Pariwisata Berbasis Solusi (Solution-Based Tourism)
Bandung, sebagai kota kreatif, memiliki peluang untuk menjadi destinasi wisata solusi (solution-based tourism). Daripada hanya mempertahankan citra yang stunning, Pemkot seharusnya mendorong narasi baru:
- Pariwisata Berbasis Transportasi Publik: Mengembangkan paket wisata yang terintegrasi penuh dengan transportasi publik, mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi yang menyebabkan kemacetan.
- Eco-Kreatif: Mendorong pelaku usaha pariwisata dan kreatif untuk mengadopsi standar keberlanjutan lingkungan yang ketat (misalnya, zero waste kafe atau hotel hemat energi).
- Wisata Smart City: Menggunakan teknologi smart city untuk meningkatkan pengalaman wisatawan, seperti informasi kepadatan destinasi real-time atau parkir pintar.
- Pemberian penghargaan kepada para pelaku industri, meskipun baik, hanyalah stimulus jangka pendek. Fondasi pariwisata yang kuat membutuhkan blue print yang berani, baru, dan terintegrasi dengan rencana pembangunan kota secara menyeluruh.
Jika Bandung benar-benar ingin menjadi destinasi utama, saatnya Wali Kota Farhan dan jajarannya bergerak melampaui SK 2016 dan meluncurkan konsep yang relevan, solutif, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan warganya.***
